WALI SEMBILAN
BIODATA WALI SEMBILAN (WALI SONGO)
Wali
Songo bererti Sembilan Orang Wali. Wali songo adalah sebuah majlis dakwah yang
pertama di dirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404
Masihi (808 Hijriah). Pada masa itu, majlis Dakwah Wali Songo yang terdiri
daripada Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang),
Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi), Maulana Muhammad Ali Akbar,
Maulana Hasanuddin, Maulana Aliyuddin dan Syekh Subakir. Dari nama para Wali Songo
tersebut, umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Wali
Songo yang paling terkenal, iaitu:
·
Sunan
Gresik atau Maulana Malik Ibrahim - Gapura Wetan,Gresik
· Sunan Ampel dan Raden Rahmat - Ampeldenta,Surabaya
·
Sunan
Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim - Tuban
·
Sunan
Drajat atau Raden Qasim - Paciran
·
Sunan
Kudus atau Ja'far Shadiq - Kudus
·
Sunan
Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin - Giri,Gresik
·
Sunan
Kalijaga atau Raden Said - Kadilangu,Demak
·
Sunan
Muria atau Raden Umar Said - Kolo Gunung,Muria
·
Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah - Gunung Sembung.Ceribon
Maulana Malik Ibrahim yang paling tua. Sunan Ampel
anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah anak saudara kepada Maulana Malik
Ibrahim yang beerti sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah
anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat kepada murid Sunan Bonang.
Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung
Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang
meninggal terlebih dahulu.
·
Pertama: (1404
– 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq,
Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik
Isra'il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana
Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh
Muhammad Al-Baqir.
·
Kedua: (1435
- 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 yang menggantikan Maulana
Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana
Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik
Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali
Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana 'Aliyuddin (wafat 1462), dan
Syekh Subakir (wafat 1463).
·
Ketiga:
(1463 - 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463
menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana
Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang
yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462
menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
·
Keempat:
(1466 - 1513 M), terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat
1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra,
Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 menggantikan Maulana Muhammad
Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan
Sunan Kalijaga (wafat 1513).
·
Kelima: (1513
- 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan
Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II pada tahun 1505 menggantikan
kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan
(Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat
1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria pada tahun 1513 menggantikan
ayahnya Sunan Kalijaga.
·
Keenam:
(1533 - 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) pada tahun 1517
menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak pada tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden
Faqih Sunan Ampel II, Sultan Terengganu pada tahun 1518 menggantikan ayahnya
iaitu Raden Fattah, Fathullah menggantikan ayahnya iaitu Raden Fattah,
Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan pada tahun 1550 menggantikan
ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan
Lamongan pada tahun1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan pada
tahun1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551).
·
Ketujuh: (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul
Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen pada tahun 1570 menggantikan Raden Zainal
Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto pada tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan
Terengganu, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573
menggantikan Fathullah Khan, Sayyid Amir
Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan
Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan
Cendana yang tahun 1570 menggantikan datuknya Sunan Pakuan, dan Sayyid Shaleh
(Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan pada tahun 1551 menggantikan
datuknya dari pihak ibunya iaitu Sunan Muria.
·
Kelapan: (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul
Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud
Ar-Rumi Al-Jawi pada tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan
Hadiwijaya (Joko Tingkir) pada tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana
Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah
Al-Sumatrani pada tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur
bin Abbas Al-Manduri pada tahun 1650
menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Pansmbahan Pekaos).
ISI-ISI AJARAN WALI SEMBILAN DAN CARA BERDAKWAH
Untuk
menarik orang-orang musyrik di kepulauan India Timur pada masa dahulu, dakwah
Islam dilakukan dengan menempuh berbagai cara. Pelaksanaanya melalui pemikiran
para da’i, keutamaan perilaku mereka, disiplin terhadap diri sendiri sendiri
mahupun terhadap orang lain. Kegiatan dakwah tidak dilakukan oleh organisasi,
melainkan oleh perseorangan atau berkumpulan yang mengikhlaskan diri dan
waktunya untuk menyebarkan agama Islam dikalangan penduduk musyrik dan belum
memahami atau belum pernah mendengar tentang Islam. Para Da’i dengan sabar,
tabah dan hati-hati mengikuti keadaan dan mengindahkan tradisi yang sedang
berlaku serta memperhatikan sungguh-sungguh tabiat dan jiwa orang-orang yang
hendak diberi pengertian. Dengan demikian, mereka berhasil dalam menjalankan
tugas dakwah yang diwajibkan oleh agamanya. Salah satu faktor utama yang menyebabkan
keberhasilan mereka ialah mereka berakhlak mulia, berbudi pekerti, berbudi
bahasa, bersabar dan tidak menyentuh adat-istiadat setempat dimana mereka
(orang-orang yang hendak diislamkan) dibesarkan.
Para da’i amat memahami bahawa tradisi dan kebiasaan yang sudah berlaku
secara turun-temurun tidak mungkin dapat dihapus dengan perdebatan atau dilawan
dengan berdialog. Lembaran-lembaran buku sejarah banyak yang memceritakan
penyebaran agama Islam dikepulauan Indonesia, tanah Melayu dan kawasan
sekitarnya, termasuk cara-cara yang ditempuh oleh para da’i pada masa dahulu. Diantara
cara-cara yang ditempuh dan kegiatan yang dicurahkan untuk berdakwah ialah
menggunakan bentuk-bentuk kesenian indah yang sangat digemari
penduduk. Dalam bentuk-bentuk kesenian itu para da’i memasukkan unsur-unsur
ajaran islam dengan mengubah beberapa kata dan kalimat (dalam liriknya) dan diisi
dengan ajaran-ajaran Islam yang mudah diserap. Sehingga sekarang nyanyian dan
tarian masih tetap ada sebagai pusaka peninggalan para da’i zaman dahulu.
Kerana para da’i bekerja atas dorongan hati yang ikhlas dan semangat Tasawwuf
yang tinggi, dengan kesabaran yang luar biasa mereka berpegang pada
metode ‘tut wuri handayani’ iaitu ‘mengikuti sambil menarik
perlahan-lahan’. Dengan tekun dan tahap demi tahap mereka mengubah dan mengisi
lirik nyanyian dan lagu-lagu yang digemari penduduk dengan rangkaian kata dan
kalimat yang mengandungi pengarahan akidah dan pendekatan diri kepada Allah swt
serta pendidikan akhlak Islam.
Misalnya
cara yang ditempuh oleh seorang wali Allah terkenal, Joko Sa’id iaitu
menggunakan gelaran ‘wayang’, suatu kesenian Jawa yang sangat digemari
penduduk pada masa itu. Beliau menggubah cerita-cerita media dengan diisi
prinsip-prinsip ajaran Islam secara kontemprori, kemudian ditayangkan
(dipentaskan) didepan khalayak ramai. Pementasan ini banyak digunakan untuk
menyebarkan pengertian tentang agama Islam. Lirik nyanyian dan lagu-lagu yang
biasanya digunakan untuk mengiringi tarian Srimpi yang lazim
dipentaskan di istana-istana kerajaan, diubah demikian rupa menjadi hikayat
yang diambil dari buku ‘Amri Hamzah’ yang mengisahkan kepahlawanan Baginda Nabi
Muhamad saw dalam membela agama Islam, iaitu Sayyidina Hamzah bin Abdul
Muthalib ra. Seorang da’i bernama Sayid Ishaq bin Ibrahim bin Al-Husain yang
telah menempuh cara penyebaran Islam dari berbagai daerah, dengan pengubatan
untuk menolong penduduk yang sakit. Selain itu, ada diantara da’i Sayid
Abubakar di Philipina, yang menempuh cara dengan mendekati penguasa dan
bangsawan yang berpengaruh untuk membantu mereka dalam pekerjaan mentadbir
pemerintahan atau kesultanan sambil berdakwah mereka mengajak untuk memeluk
agama Islam.
Sambil berdakwah mereka mengajak untuk memeluk agama
Islam. Ada juga cara umum yang bercorak kesenian, yang ditempuh oleh
para da’i. Di pelbagai tempat yang telah direncanakan, diselenggarakan hiburan
seperti ‘pesta’, diisi dengan nyanyian dan lagu-lagu keagamaan (umpama selawat,
mengucapkan kalimat-kalimat tauhid dan lain-lain yang serupa) dengan diiringi
dengan rebana. Pesta demikian itu dihadiri oleh banyak orang, ada yang telah
masuk Islam dan ada juga yang belum. Mereka datang beramai-ramai tertarik oleh
suara rebana dan nyanyian-nyanyian. Selepas pesta, orang-orang yang belum
memeluk Islam makin dekat hubungannya dengan mereka yang telah memeluk
Islam. Pada akhirnya, mereka mengikut jejak kawan-kawannya dengan menyatakan
keinginan untuk memeluk Islam. Demikianlah cerita atau sejarah para da’i dalam
menyebarkan Islam di kepulauan Indonesia khususnya di daerah-daerah kawasan
sekitarnya pada zaman dahulu.
Kyai Haji Raden Abdullah
bin Nuh rahimahullah - mengatakan didalam bukunya ‘Wali Songo’, “bahawa sembilan orang Wali semuanya
mengajarkan agama Islam secara murni, bermadzhab Syafi’i dan termasuk Ahli
Sunnah wal jama’ah”.
Ada sementara pihak yang mengatakan bahawa ajaran diantara Wali
Songo itu mengahwinkan atau menggabungkan ajaran Islam dengan seni budaya lama
(Syiwa Budha) di Jawa. Jelas ini tidak mungkin, kerana Wali Songo adalah para
ulama yang sangat besar ketaqwaannya kepada Allah swt dan mengenal baik apa
yang dihalalkan dan diharamkan oleh Syari’at Islam.
Didalam Majalah Islam Al-Jami’ah nombor 5, tahun 1,
bulan mei 1962 memuat sebuah majalah yang ditulis oleh Drs. Wiji Saksono dengan
tajuk ‘Islam Menurut Pemikiran Wali Songo Berdasarkan Sumber
Sejarah’ membahaskan beberapa hal, antaranya: Dari sembilan
orang wali itu hanya Sunan Bonang (silakan rujuk bab Sunan Bonang) sahajalah
yang hingga dewasa dapat diketahui dengan jelas ajarannya dan dapat dijadikan
pegangan atau sumber rujukan. Sedangkan ajaran para Wali yang lain masih sangat
samar dan belum terungkapkan. Banyak sekali yang telah ditulis orang tentang
ajaran Wali Songo, tetapi belum dapat dinilai sebagai sejarah dalam ertinya.
Meskipun demikian, apa yang terdapat didalam ajaran-ajaran Sunan Bonang itu
sudah dapat dipastikan dan dijadikan ukuran untuk dapat diketahui corak ajaran
Islam yang pertama masuk dipulau Jawa khususnya dan kepulauan Indonesia
lainnya. Apabila kita menelaah dan mempelajari naskah-naskah dan mempelajari
naskah-naskah Primbon pemikiran Sunan Bonang, kita akan menjumpai nama-nama
judul Kitab dan nama-nama tokoh sebagai sumber pemikiran Wali Songo.
PEWARTAAN MAJLIS FATWA MENGHARAMKAN AJARAN WALI SEMBILAN
Fatwa Aqidah berikut oleh Majlis Agama Islam
Wilayah Persekutuan mengenai perkara-perkara yang dirujuk kepada Majlis di
bawah seksyen 41, Enakmen Pentadbiran Hukum Syarak bagi Negeri Selangor.
Sebagaimana diubahsuai oleh Perintah Wilayah Persekutuan (Pengubahsuaian
Enakmen Pentadbiran Hukum Syarak) 1974 adalah diterbitkan sebagaimana
ditetapkan oleh Majlis menurut seksyen 42 (3) Enakmen itu bahawa ajaran yang
disenaraikan di bawah ini adalah ajaran yang bukan daripada ajaran Islam. Oleh itu, orang Islam adalah ditegah daripada mengikuti dan
mengamalkan ajaran Wali Sembilan.
Negara
asal : Malaysia
Negeri
: Wilayah Persekutuan
Badan
yang mengisu fatwa : Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan
Penulis/Ulama
: Dato’ Dr. Mohd. Yusof b. Hj Mohamad Noor
Tarikh
Diisu : 24hb April 1988
SABDA NABI:
Dalam sabda Nabi Muhammad S.A.W sejak kecil lagi anak-anak
dipertanggungjawabkan kepada kedua ibu bapa agar dibimbing dengan asas agama
agar mereka tidak memilih jalan yang sesat.Seperti sabda Nabi Muhammad S.A.W.:
Rasulullah
s.a.w bersabda: “setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan bersih
melainkan dua orang tuanya yang bertanggungjawab mencorakkannya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi
(diriwayatkan Imam Abu Ya’la,Thabrani dan Baihaqi).
Nama-nama:
Norfarahin Binti Abd Wahid.
Norbaini Binti Baniyami.
Siti Aliah Binti Abdul Wahid.
Semester 3,kumpulan 1.
🛡Assalamualaikum🛡
ReplyDelete*Group Telegram Keilmuan Langka*
⚔Perisai Diri & Keluarga
⚔Perawatan Diri &Keluarga
⚔Belajar Melalui Guru Bersanad.
⚔Boleh Merawat Tanpa Menggunakan Khidmat Orang Lain.
⚔Keilmuan Putih HaQ
SiLaLah Ke Group Keilmuan👇🏼👇🏼👇🏼
http://t.me/keilmuanhaq
http://t.me/sahabatkhalifah313